RSS
Facebook
Twitter

Kamis, 11 Juni 2015

Analisis Permasalahan dalam Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran terdiri dari proses belajar dan mengajar. Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen seperti: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Tujuan tersebut dapat tercapai jika semua komponen diorganisasikan sehingga terjadi kerja sama antar-komponen (Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 1996:10). Menurut Mursell (1975:28), pembelajaran adalah suatu usaha mengordinasikan proses belajar. Secara sederhana, pembelajaran sejarah diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar sejarah. Pembelajaran sejarah berkaitan dengan teori-teori kesejarahan. Berbeda dengan ilmu sejarah, pembelajaran sejarah atau mata pelajaran sejarah dalam kurikulum sekolah memang tidak secara khusus bertujuan untuk memajukan ilmu atau untuk menelorkan calon ahli sejarah, karena penekanannya dalam pembelajaran sejarah tetap terkait dengan tujuan pendidikan pada umumnya yaitu ikut membangun kepribadian dan sikap mental siswa. Sutrisno Kuntoyo (1985 :46) menyatakan bahwa kesadaran sejarah paling efektif diajarkan melalui pendidikan formal. Hamid Hasan berpendapat, terdapat beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah (Hasan Hamid, 2007: 7). I Gde Widja (1989: 23) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Pendapat I Gde Widya tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya. Dalam Seminar Sejarah Nasional di Yogyakarta tahun 1957, Padmopuspito berpendapat bahwapertama, penyusunan pelajaran sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan, karena dapat mematikan daya pikir siswa (Sidi Gasalba, 1966:169). Dalam bidang pembelajaran sejarah, terdapat tiga faktor yang harus dipahami tentang materi sejarah. Pertama, hakekat fakta sejarah. Kedua, hakekat penjelasan dalam sejarah. Ketiga,masalah obyektivitas sejarah (Burston dalam Haryono, 1995:12). Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang dimiliki rakyat indonesia telah mampu menghantarkan bangsa menuju kemerdekaan di tengah keterbelakangan pengetahuan rakyat indonesia dan kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini nasionalisme yang dimiliki bangsa menunjukkan kerapuhan. konflik antar suku dan agama karena perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negar Kesatua Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan nasional masih rapuh (Ibnu Hizam:2007:288) Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah: (1) mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; (2) memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; (3) menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; (4) sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; (5) berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan materi sejarah dri tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan, peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat pengetahuan, pemahaman, serta pemberian keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran dan kematangan intelektual (Taufik Abdullah, 1996: 10). Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. 2.2 Kendala-Kenda dalam Pembelajaran Sejarah Pembelajaran sejarah di sekolah sering kali dianggap tidak menarik. Hal ini dapat dilihat dari hasil jajak pendapat Kompas tentang kendala pembelajaran sejarah di sekolah. Model pembelajaran yang konvensional menjadi faktor utama yang membuat pembelajaran sejarah di sekolah tidak menarik. Pelajaran sejarah di sekolah, sering dianggap sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena masih terjadi sampai sekarang. Salah satu faktor yang menyebabkan pelajaran sejarah terasa membosankan dan kurang disukai oleh anak sekolah adalah metode yang digunakan kebanyakan guru sejarah. YR Subakti mengatakan “Mata pelajaran sejarah diajarkan dengan satu metode andalan 'ceramah'.... Akibatnya sejarah identik dengan ceramah, seolah-olah pembelajaran sejarah mentabukan inovasi dalam desain pembelajaran.” Hal senada juga diungkapkan oleh Baskoro T. Wardaya, “Menurut saya pembelajaran sejarah itu diajarkan dengan cara yang kreatif dan imanjinatif, kreatif dalam arti tidak satu cara yang dipakai, dulu kan model ceramah.” Selain faktor pengajar, YR Subakti juga menyebutkan 3 komponen lain yang menjadi penyebab munculnya masalah dalam pembelajaran sejarah yaitu (1) Metode pembelajaran sejarah pada umumnya kurang menantang daya intelektual peserta didik; (2) Peserta didik yang kurang positif terhadap pembelajaran sejarah; dan (3) Buku-buku sejarah dan media pembelajaran sejarah yang masih terbatas. Dari data nilai yang diperoleh dari SMPN 19 Surabaya, terlihat bahwa rata-rata nilai mata pelajaran IPS terpadu memang masih kurang optimal. Di sisi lain, ratarata nilai pelajaran IPA yang terkenal lebih sulit malah mampu menduduki urutan pertama dengan rata-rata 82,58. Sedangkan rata-rata nilai IPS hanya 79,75 dan berada di urutan ke empat. Pelajaran sejarah merupakan bagian dari mata pelajaran IPS terpadu. Selain sejarah, dalam IPS terpadu terdapat juga pelajaran ekonomi dan geografi. Dan menurut pengakuan guru sejarah dan murid, memang nilai ketiga mata pelajaran tersebut tidak jauh berbeda.7 Dari sini terlihat bahwa proses pembelajaran sejarah yang berlangsung masih kurang optimal dan masih bisa ditingkatkan kembali. Salah satu penyebab kurang optimalnya pembelajaran sejarah di sekolah adalah media pembelajarannya. Berikut ini beberapa permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran sejarah : 1) Pelajaran sejarah dianggap sebagai pelajaran yang membosankan. Metode yang digunakan guru sejarah pada umumnya yaitu „ceramah‟ dirasa membosankan. 2) Media pembelajaran sejarah yang biasa digunakan di sekolah (buku pelajaran) dirasa masih kurang menarik dan tidak mudah dipahami oleh siswa, penyebabnya antara lain adalah layout buku yang kaku, lebih banyak teks daripada gambar, serta gambar yang disajikan kurang jelas dan sebagian tidak berwarna (monotone). 3) Teknik penyampaian materi pada buku-buku pelajaran sejarah yang ada sekarang hanya satu arah dirasa kurang menarik dan sulit di pahami oleh siswa. Membuat siswa kesulitan mengingat materi yang berisikan peristiwa-peristiwa sejarah, tahun-tahun penting kejadian, dan tokoh-tokoh yang terdapat pada peristiwa tersebut. 2.3 Solusi Permasalahan yang Dapat Dilakukan untuk Menangani Kendala dalam Pembelajaran Sejarah Salah satu metode pembelajaran sejarah yang cocok untuk menjadikan mahasiswa aktif dan dosen sebagai fasilitatornya adalah kontruktivisme dan inquiry. Kontruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Anggara, 2007:104). Pembelajaran sejarah kontruktivisme berkaitan dengan pembelajaran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari di kelas. Metode inquiry juga sesuai dalam pembelajaran sejarah. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Siswa merasa pelajaran sejarah akan lebih menarik jika disampaikan dengan menggunakan teks dan animasi interaktif. Sedangkan untuk media yang paling menarik sebagai media pembelajaran sejarah adalah film dan media interaktif. Film memang merupakan sebuah media yang sangat mampu menyampaikan pesan atau materi yang menarik dan dipahami dengan mudah oleh siswa, akan tetapi biaya yang tinggi dan durasi film yang pendek (sekitar 1-2 jam) menjadikan materi yang dapat disampaikan dalam film hanya sebagian kecil dari kurikulum yang telah ditetapkan. Berbeda dengan film, dalam media interaktif dapat disajikan materi yang lebih banyak. Serta siswa dapat aktif berinteraksi dengan materi dan soal-soal yang diberikan. Media interaktif memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya dalam memahami pengetahuan dan informasi yang disampaikan. Penggunaan komputer dalam proses belajar membuat mahasiswa dapat melakukan kontrol terhadap aktivitas belajarnya. Kemampuan komputer untuk menayangkan kembali informasi yang diperlukan oleh pemakainya, yang diistilahkan dengan dapat membantu mahasiswa yang memiliki kecepatan belajar lambat. Dengan kata lain, media interaktif dapat menciptakan iklim belajar yang efektif bagi mahasiswa yang lambat (slow learner), tetapi juga dapat memacu efektivitas belajar bagi mahasiswa yang lebih cepat (fast learner). Di samping itu, media interaktif dapat diprogram agar mampu memberikan umpan balik terhadap hasil belajar sehingga siswa dapat langsung mengetahui benar atau salahnya jawaban, sekaligus mengukur tingkat pemahamannya terhadap materi. Kelebihan lain dari media interaktif adalah kemampuan dalam mengintegrasikan gambar, teks, suara, dan animasi, sehingga membuat proses pembelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan materi yang disampaikan dapat lebih mudah dicerna.

0 komentar:

Posting Komentar

  • Blogger news

  • Blogroll

  • About